Sejarah Kopi

Beantrack

11/9/20233 min read

Kopi pertama kali muncul dalam sejarah dunia pada pertengahan abad kelima belas, memulai debutnya di Timur Tengah dan menyebar ke Eropa pada abad ketujuh belas. Namun, sebelum kopi kolonial muncul di pasar dunia pada abad kedelapan belas, kopi diproduksi di wilayah yang sangat terbatas—Etiopia dan Yaman —dan oleh karena itu, jumlah kopi di pasar dunia pada awalnya juga terbatas. Ada sejumlah alasan mengapa kopi lebih cepat berkembang di Timur Tengah dibandingkan di Eropa. Pertama, Timur Tengah lebih dekat dengan tempat produksi, jadi harga di sana pasti lebih masuk akal dibandingkan di Eropa. Kedua, minuman beralkohol dilarang oleh hukum Islam, sehingga kopi menjadi minuman yang digemari. Mengenai isu gender, menarik bahwa kopi hanya merupakan minuman bagi laki-laki baik di Timur Tengah maupun Eropa. Kedai kopi di Timur Tengah adalah milik laki-laki, dan di Eropa, minum kopi dianggap sebagai kebiasaan yang tidak baik bagi perempuan, seperti yang terlihat dalam Schweigt stille, plaudert nicht (dikenal sebagai Coffee Cantata) karya JS Bach.

Kata 'kopi' berasal dari kata Arab 'quahweh' yang awalnya menurut sebagian orang merupakan istilah puitis untuk anggur. Karena anggur dilarang bagi umat Islam, nama tersebut kemudian dialihkan menjadi kopi, dan melalui padanannya dalam bahasa Turki, kahweh menjadi café (Prancis), caffe (Italia), Kaffee (Jerman), koffie (Belanda) dan coffee (Inggris), dan bahasa Latin Coffea. untuk genus botani. Di Abyssinia, kopi disebut bun dan minumannya bundleng; kata-kata ini berasal dari bahasa Jerman Bohn dan bahasa Inggris bean. Kopi juga disebut Mocha, nama yang diambil dari pelabuhan Mocha di pantai Laut Merah, tempat asal pengirimannya.

Meskipun wilayah produksinya terbatas di Etiopia dan Yaman, kapal dagang berangkat ke sana dari Mesir, Oman, Iran, India, dan Eropa. Gaya konsumsi kopi bervariasi dari satu tempat ke tempat lain, namun perkembangan kebiasaan minum kopi secara global terjadi dalam waktu singkat sekitar dua ratus tahun. kopi menjadi “minuman global” sebelum tahun 1700 karena adanya jaringan perdagangan global yang diciptakan oleh para pedagang di Samudera Hindia yang membawa rempah-rempah dari timur ke barat. Keberadaannya memfasilitasi perdagangan kopi serta budaya yang diakibatkannya sebelum abad kedelapan belas, ketika produksi kopi meluas ke wilayah lain. Fakta bahwa kopi sudah menjadi minuman global pada era 1700 menyebabkan menjamurnya budaya minum kopi setelah kopi kolonial muncul di pasar dunia pada abad kedelapan belas. Masyarakat di Timur Tengah baru meminum kopi dengan gula pada abad kesembilan belas, dan inilah salah satu perbedaan utama antara Timur Tengah dan Eropa. Orang Eropa meminum kopi dengan gula setelah abad kedelapan belas. Pada tahun 1798, pada saat kampanye Perancis di Mesir, orang-orang Mesir menertawakan tentara Perancis karena meminum kopi mereka dengan gula [Grehan 2007: 137]. Pada tahun 1870-an, “kopi tanpa gula” muncul di menu-menu di Damaskus, yang menunjukkan bahwa minuman kopi dengan gula akhirnya menjadi populer juga di Timur Tengah [Rafeq 2001: 127–142].

Kopi mulai dibudidayakan di Indonesia sejak abad ke-17 tepatnya pada masa kolonial Belanda. Seorang berkebangsaan Belanda menyebarkan biji kopi arabica mocca dari Arabia sekitar tahun 1646. Kemudian pada tahun 1696, India mengirimkan bibit kopi Yemen atau Arabica kepada gubernur Belanda yang berkuasa pada saat itu agar dikembangkan di wilayah Indonesia khususnya Batavia. Pada tahun 1699 didatangkan bibit-bibit kopi yang baru dari berbagai daerah. Pada awal abad ke-19, perkebunan kopi mulai diusahakan di Jawa Tengah, yaitu Kota Semarang dan Kedu. Kemudian pada akhir abad-19 dibuka perkebunan kopi di Besuki. Pada masa kolonial, kopi menjadi salah satu aset terbesar bagi Belanda karena sangat laku di pasar internasional (Maspul, 2022). Masyarakat pribumi pun dipaksa menanam kopi dan menjadi budak demi tujuan perdagangan Belanda. Banyak petani yang dipaksa menyerahkan sebagian tanah miliknya untuk ditanami tanaman milik Belanda, serta dengan perhitungan pajak bagi petani tersebut. Awalnya kopi hanya dibudidayakan di wilayah Pulau Jawa saja, namun pada akhir abad ke-19 kopi mulai ditanam di Sumatera, Sulawesi, Bali, dan Kepulauan Timor. Sejak dikembangkannya tanaman kopi di Indonesia, kopi diolah menjadi minuman hingga menjadi salah satu minuman favorit masyarakat.

Budaya minum kopi berkembang sejak diberlakukannya politik tanam paksa oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda. Di era kolonial orang-orang Belanda memulai kebiasaan minum kopi. Pada awalnya kopi hanya dapat dinikmati oleh kalangan atas seperti pejabat kolonial, tentara, dan pedagang Belanda. Akan tetapi, seiring dengan berkembangnya perkebunan dan produksi kopi di Indonesia, harga kopi semakin murah hingga dapat dijangkau oleh rakyatrakyat kecil. Oleh karena itu, kopi menjadi minuman yang populer di berbagai kalangan masyarakat. Popularitas minuman kopi dalam masyarakat memunculkan adanya warung kopi atau kedai kopi. Warung kopi biasanya terletak di tepi jalan atau di sudut kota dan menjadi tempat berkumpul masyarakat. Masyarakat juga menjadikan warung kopi sebagai tempat untuk berdiskusi, membaca surat kabar, maupun sekedar untuk bersantai menikmati kopi. Mayoritas warung kopi pada masa kolonial dikelola oleh pribumi, tetapi ada juga yang dikelola oleh Belanda.